NU Milik Siapa? | Sebuah Kado Kecil di Harlah NU Ke-94 : Abdul Hakim Madda

94 tahun adalah usia yang tak lagi muda. Usur dan renta. Usia yang sangat pantas untuk lebih banyak bermuhasabah mengoreksi diri apa saja yang telah dilakukan selama ini. Dan Sejauh mana hasil yang telah di capai.


Nahdlatul Ulama (NU) memiliki sejarah panjang dalam membangun dan membentuk Indonesia. NU merupakan salah satu “pemegam saham” bagi lahirnya republik ini yang lahir jauh sebelum republik berdiri.


NU memiliki jasa lebih besar ketimbang semua partai politik yang sekarang sedang ikut menikmati kue kekuasaan.


Sejarah NU adalah sejarah tentang Islam yang ramah. Islam Rahmatan Lil Alamin. Walaupun tetap harus diakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus di selesaikan, terutama perannya dalam kehidupan beragama, sosial-budaya, pendidikan, ekonomi dan politik.


Saya teringat beberapa waktu silam, ketika PCNU Jepara Jawa Tengah lewat forum Bahtsul Masa’ilnya mengeluarkan fatwa meng”haram”kan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) karena menganggap mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya.


Karena diketahui energi yang dihasilkan oleh PLTN tersebut hanya 2-4 persen sementara dampak limbah radioaktifnya sangat berbahaya bagi kehidupan. Sehingga sudah sewajarnya proyek itu di tolak.
Fatwa haram ini sontak memicu pro-kontra. Terlepas dari kontroversi tersebut banyak orang yang menganggap bahwa NU tengah memerankan fungsi yang sangat strategis.


NU tidak hanya mengurusi persoalan dotrin agama semata seperti shalat, puasa, tahlilan, ziarah atau istighosah. Tapi sebuah peran besar yang tidak hanya berguna bagi jamaah NU atau bagi orang Islam saja tapi juga bagi semua warga tanpa memandan golongan atau agamanya.


Berkaca dari kasus tersebut NU sudah seharusnya mampu menelaah dan menjawab problem-problem kebangsaan terkini seperti kasus terorisme, perbankan, ketersediaan pangan, pidana asuransi, sistem perpajakan yang adil, reformasi sistem pemilu, perlindungan buruh migran sampai tantangan digitalisasai dan industri 4.0.


Walaupun di sadari NU bukan merupakan lembaga yang memutuskan hal-hal diatas, namun sumbang saran NU dengan SDM yang mumpuni sebaiknya hadir di tengah-tengah problem yang dihadapi bangsa kita saat ini.


Saya pernah mencoba menghitung ada berapa asset yang dimiliki NU. Hasilnya diluar dugaan. Jumlahnya sangat banyak.


Coba hitung ada berapa banyak jamaah yang ada di setiap pondok pesantren, madrasah, perguruan tinggi, masjid serta langgar yang ada di kampung-kampung, jumlahnya bisa mencapai puluhan juta.


Suatu kekuatan yang bila digerakkan secara massif dapat menjadi kekuatan raksasa dan “menakutkan”.
Dotrin yang bisa dibuat NU melalui tempat itu sampai saat ini sangat dahsyat. Sebut saja dotrin shalat subuh dengan doa qunut dilaksanakan dengan patuh oleh semua warga NU di setiap tingkatan tanpa ada yang protes satu pun.


Sayangnya, NU sendiri menurut saya belum mampu memaksimalkan potensi tersebut, padahal seharusnya potensi itu mampu menggerakkan sesuatu yang lebih dahsyat.


Misalnya gerakan anti korupsi, pemberantasan illegal logging, pendidikan politik, penguatan HAM atau pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren, masjid dan langgar tadi secara merata.

Saya juga belum mendengar bagaimana sikap NU terhadap penggusuran, BPJS atau yang terakhir masalah Virus Corona, misalnya. Yang sebenarnya sangat pantas di sikapi.


Sebenarnya peran-peran tersebut tak perlu dilakukan NU seandainya negara mampu dalam segala hal. Khususnya mampu menjalankan perannya secara benar dan bertanggung jawab.


Namun kelihatannya untuk mencover semuanya sangat sulit sehingga peran kekuatan Civil Society seperti NU hingga saat ini masih sangat diperlukan.
Karena sifatnya yang plural dan universal itulah, NU di usianya yang ke-94, seharusnya mampu memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang ada. Baik di dalam maupun di luar NU bahkan pada titik tertentu seharusnya di tumbuhkan kesadaran bahwa NU adalah milik segenap warga bangsa.


NU bukan milik partai, bukan milik golongan tertentu atau milik warga NU saja. Tapi NU adalah milik semua. Milik bersama warga bangsa yang bernama Indonesia.

(Abdul Hakim Madda)
Penulis adalah Warga Biasa menetap di Pasangkayu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *