Keluarnya SE Kampus: Peradaban dan Hak UUD Terancam

Opini Oleh: Mujahid (Direktur LAPMI)

nuansa.info— Dengan keluarnya Surat Edaran (SE) tertanggal 25 Juli 2024, kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar tampaknya telah kehilangan semangat demokrasi yang selama ini dipegang. Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis, mengeluarkan SE yang seolah-olah dirancang untuk membungkam suara mahasiswa.

SE tersebut memuat ketentuan yang dianggap tidak adil oleh mahasiswa, seperti ketentuan dalam poin C Nomor 259, yang menyebutkan bahwa “penyampaian mahasiswa wajib dilakukan secara bertanggung jawab melalui surat penyampaian, harus mendapat izin tertulis dari pimpinan universitas atau fakultas, dengan pengajuan surat izin paling lambat 3×24 jam.” Ketentuan ini mencerminkan pembatasan yang ketat terhadap kebebasan berpendapat mahasiswa.

Tindakan ini jelas bertentangan dengan Pasal 28E Ayat 3 UUD 1945, yang menjamin “kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,” serta Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa “setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Menanggapi SE tersebut, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN mengajak seluruh mahasiswa untuk berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa agar SE tersebut dicabut. Namun, Wakil Rektor III, Prof. Khalifa, menyatakan bahwa SE itu tidak akan dicabut, yang memicu ketidakpuasan di kalangan mahasiswa.

Situasi semakin memanas ketika pihak keamanan kampus, yaitu satpam, bertindak kasar terhadap mahasiswa. Seorang mahasiswa yang diduga bukan mahasiswa aktif dikejar dan diperiksa, dan ternyata dia masih terdaftar sebagai mahasiswa aktif. Selama proses tersebut, satpam diduga memperlakukan mahasiswa dengan sangat tidak pantas, seperti menyeret dan mengangkat mereka secara kasar, tanpa memperlihatkan sikap etis.

Perlakuan semacam ini menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap hak-hak mahasiswa dan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi di lingkungan akademis. UIN Alauddin Makassar perlu segera meninjau kembali kebijakan ini agar tidak semakin menodai reputasi akademiknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *