Jakarta, nuansa.info -Ardy Purnomo atau yang akrab dipanggil DYMO, Sekretaris Jenderal Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HATSINDO), menyampaikan keprihatinannya terkait dampak terhentinya proses Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akibat masalah sistem yang tidak berjalan karena peretasan pada Pusat Data Nasional (PDN) yang terjadi pada tanggal 20 Juni 2024.
Dalam pernyataannya, Dymo menjelaskan bahwa peretasan yang terjadi di PDN BSSN telah menyebabkan gangguan serius pada sistem informasi LPJK. “Peretasan ini tidak hanya berdampak pada kemungkinan kebocoran data pada sistem PDN, tetapi juga telah menyebabkan sistem LPJK tidak berfungsi, sehingga mengakibatkan terhentinya proses pengeluaran SBU dan SKK yang sangat krusial bagi operasional para pelaku jasa konstruksi,” ujar Dymo.
Dymo menyoroti beberapa dampak langsung yang dirasakan oleh para pelaku jasa konstruksi akibat masalah ini:
1. Terganggunya Proyek Konstruksi: Tanpa SBU dan SKK yang valid, banyak proyek konstruksi yang terpaksa ditunda atau dihentikan karena tidak dapat memenuhi persyaratan legal dan administratif.
2. Kerugian Finansial: Penundaan proyek berarti meningkatnya biaya operasional dan potensi kerugian finansial yang signifikan bagi perusahaan konstruksi.
3. Kehilangan Kepercayaan: Ketidakmampuan untuk melanjutkan proyek tepat waktu dapat merusak reputasi perusahaan konstruksi di mata klien dan mitra bisnis.
4.Keterlambatan dalam Pekerjaan Infrastruktur:Dengan terhambatnya proses sertifikasi, proyek-proyek infrastruktur penting yang berdampak langsung pada masyarakat umum juga terpengaruh.
Untuk mengatasi situasi ini, Dymo menyampaikan beberapa rekomendasi tindakan yang harus segera diambil oleh pihak terkait:
1.Pemulihan Sistem Secepatnya: Kementerian PUPR, LPJK dan BSSN harus bekerja sama untuk segera memulihkan sistem LPJK agar proses SBU dan SKK dapat berjalan kembali.
2. Audit Keamanan Menyeluruh: Melakukan audit menyeluruh terhadap sistem keamanan siber PDN dan LPJK untuk mengidentifikasi dan menutup celah keamanan yang ada.
3. Peningkatan Infrastruktur Keamanan: Mengimplementasikan teknologi keamanan terbaru untuk memastikan perlindungan data yang lebih baik dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
4. Komunikasi Transparan: Menyediakan update berkala kepada pelaku jasa konstruksi mengenai status perbaikan sistem dan langkah-langkah yang diambil untuk memitigasi dampak peretasan.
5.Dukungan bagi Pelaku Jasa Konstruksi: Menyediakan bantuan teknis dan administratif bagi perusahaan konstruksi yang terdampak untuk meminimalkan kerugian yang mereka alami.
Dymo juga mengajak seluruh pelaku jasa konstruksi untuk lebih waspada dan mengambil langkah-langkah proaktif dalam melindungi data dan sistem mereka. “Insiden ini menunjukkan betapa pentingnya keamanan siber dalam mendukung kelancaran operasional bisnis. Pelaku industri harus berinvestasi dalam sistem keamanan yang kuat dan memastikan bahwa seluruh tim memahami pentingnya praktik keamanan yang baik,” tegasnya.
Dymo berharap, dengan upaya bersama dari Kementerian PUPR, LPJK, BSSN, dan pelaku industri Konstruksi, masalah ini dapat diselesaikan dengan cepat dan sektor jasa konstruksi di Indonesia dapat kembali beroperasi secara normal dan aman.
By Adhie