Mamuju,- Sejumlah poin penting menjadi perhatian Pembimas Katolik pada apel di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Barat (12/6/2024). Poin-poin tersebut berkaitan dengan manajemen dalam sebuah instansi atau organisasi.
Hal pertama menjadi poin arahannya terkait manajemen persuratan. Menurutnya manajemen persuratan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sebuah institusi dalam meningkatkan kinerja sebuah instansi, apalagi di dalam era globalisasi dan teknologi informasi yang sangat cepat berubah saat ini.
Layaknya sebuah alur komunikasi manajemen persuratan yang kurang baik bisa bisa berdampak pada sejumlah aspek. Salah satunya yang diungkapkan Pembimas adalah ketika ada surat masuk yang bersifat undangan kegiatan maka wajib dilihat waktu pelaksanaan kegiatan, semakin dekat waktu pelaksanaan maka harus didahulukan untuk didisposisi kepada yang bersangkutan, tidak boleh disamakan dengan kegiatan yang masih lama jadwal pelaksanaannya.
Hal ini berdampak pada kesiapan yang bersangkutan untuk menghadiri kegiatan yang dimaksud, terlebih lagi jika kegiatan yang dimaksud merupakan kegiatan ekaternal Kementerian Agama. Akibatnya pejabat yang bersangkutan berpotensi terlambat menghadiri kegiatan tersebut. Padahal pejabat yang bersangkutan merupakan representasi wajah Kementerian Agama, jika terlambat mengikuti kegiatan tersebut bisa berdampak pada penilaian buruk kepada Kementerian Agama.
Hal berikutnya yang menjadi concern pembimas berkaitan dengan teknis peliputan dan pengolahan berita. Ia memberi masukan agar setiap peliputan yang berkaitan dengan arahan, penyampaian narasumber, ceramah atau pidato dapat direkam suaranya. Hal ini untuk meminimalisir kesalahan dalam penulisan berita dan sekaligus menjadi dasar atau bukti pewarta dalam menulis berita.
Pada penghujung arahannya, Pembimas Katolik menyinggung salah satu budaya kerja Kementerian Agama yakni keteladanan. Karena belum lama ini diperingati hari lingkungan hidup sedunia, maka ia mengajak para peserta belajar meneladani dari alam sekitar. Contoh yang dijelaskannya yakni meneladani sifat burung pelikan.
Dalam penjelasannya lebih lanjut, Petrus menhungkapkan 2 perilaku burung pelikan yang bisa diteladani. Yang pertama, burung pelikan merupakan burung yang total dan konsekuen terhadap perbuatannya. Dalam gereja katolik burung pelikan menjadi salah satu simbol dalam tradisi liturgi gereja katolik, yakni simbol ibu pelikan sedang memberi makan anak-anaknya yang berasal dari suatu legenda kuno sebelum masa Kristiani.
Alkisah, pada masa kelaparan, ibu pelikan melukai dirinya sendiri, merobek dadanya dengan paruhnya untuk memberi makan anak-anaknya dengan darahnya agar mereka tidak mati kelaparan. Versi lain dari legenda tersebut mengisahkan ibu pelikan memberi makan anak-anaknya yang mati kelaparan dengan darahnya agar mereka pulih dan hidup kembali, sementara ia sendiri kehilangan nyawanya. Hal ini menggambarkan bahwa burung pelikan total dalam perbuatannya dan penuh kasih yang mendalam kepada sesamanya.
Yang kedua, burung pelikan merupakan burung yang sangat sosial dan setia kepada pasangannya. Pada jenis Burung Pelikan Dalmatian, ia dikenal sebagai burung sosial sehingga selalu berkumpul bersama kawanannya. Burung ini pun juga dianggap sebagai burung yang setia karena mereka akan kawin dengan satu pasangan saja selama seumur hidupnya.