Kehadiran omnibuslaw dalam kerangka sistem hukum di Indonesia menjadi isu yang sangat menarik untuk dikaji secara bersama, khususnya para akademisi dan praktisi hukum. kenapa perlu? Karena konsep omnibuslaw dalam sistem hukum Indonesia merupakan hal yang baru.
Apa Itu Omnibus Law?
Pada dasarnya Omnibuslaw adalah terminologi untuk menggabungkan atau menyederhanakan bentuk regulasi yang dianggap bertentangnagan atau overlapping akibat terlalu banyak aturan hukum yang di buat (Hyper regulation).
Sehingga perlu pengitegrasikan aturan hukum dalam satu frame Undang-Undang yang dianggap mampu meng-cover aturan hukum lainnya. Berdasarkan hasil kajian Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan (PSHK) Indonesia telah mencatat bahwa dalam kurung waktu 2014 sampai 2018. Pemerintah telah menerbitkan 8.945 regulasi terdiri dari 107 undang-undang, 765 PERPRES, 7.621 PERMEN dan 452 PP oleh sebab itu, Omnibus Law rencana akan menyelaraskan 88 UU dan 1.191 pasal.
Sebenarnya konsep UU OmnibusLaw adalah bentuk lain dari Omnibus Bill yang sebelumnya sudah diterapkan oleh di beberapa Negara didunia seperti Amerika Serikat yang notabanenya menganut sistem hukum camon law dimana sistem dan konsepnya adalah memformulasikan UU Baru dengan menamandemen beberapa Undang-undang sekaligus, lain halnya dengan Indonesia yang menganut sistem Civil law jika diterapkan Omnibuslaw maka secara teori perundang-undangan maupun aturan hukum di Indonesia akan terjadi tumpang tindih juga sebab belum ada payung hukum yang secara ekspelisit menjelaskan bagaimana kedudukan omnibus law itu sendiri termaksud Undang-Undang No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
OmnibusLaw Indonesia antara acaman dan tantangan
Sebelum disahkan menjadi Undang-Undang kemudian Di Undangkan sebagaimana termaktub dalam pasal 73 ayat (2) Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Omnibuslaw yang terejawantahkan dalam bentuk UU CILAKA (cipta lapangan kerja) sudah menimbulkan kontroversial dari barbagai kalangan, ada yang beranggapan bahwa kehadiran Omnibuslaw akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta menciptakan lapangan kerja baru karena Negara akan membuka kerang investasi seluas-luasnya bagi para capitalis (pemilik Modal) dengan tidak mempersulit izin dan mencabut semua UU yang menghambat investasi, dilain sisi banyak juga yang memprotes kehadiran Omnibuslaw.
Terutama mereka yang dirampas haknya seperti buruh-buruh yang sadar akan bentuk ketertidasan dan penghisapan dalam dunia kerja kemudian pemerintahan daerah yang sedikit demi sedikit terkikis kewenangannya dalam mengelolah otonomi daerah padahal konstitusi memberikan kewenangan sepenuhnya pada pemerintahan daerah untuk mengelolah sendiri daerahnya berdasarkan asas otonomi daerah (lihat pasal 18 ayat (2) sampai ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945)
Motif politik dan ekonomi Omnibuslaw ditinjau dari prespektif Hukum progresif
Dewasa ini, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bagi para akademisi dan praktisi hukum untuk mengetahui bagaimana perang ideology masuk dan mempengaruhi kebijakan hukum baik itu ideolgi Kolektifitalism maupun individualism. Seperti diketahui bersama bahwa masing-masing ideology yang kontradiktiktif tersebut mempunyai motif baik itu politik maupun ekonomi, motif politik kolektifitalism socialism sedangkan individualism adalah liberalism dan motif ekonominya kolektifitalism yaitu kepemilikan bersama (Komune).
Sedangkan individualism Kapitalism, apabila ditelaah dan ditelisik berbagai aturan perundang-undangan di Indonesia dengan memperhatikan landasan filosofisnya, sosiologisnya dan yuridisnya serta penjelasan ketentuan BAB, Pasal, ayat, huruf dan poinnya maka dapat dijumpai berbagai motif ideologi tersebut.
Berkaitan Omnibus law yang menggabungkan atau menyederhanakan UU yang sebelumnya dianggap bertentangan atau Overlapping dengan kacamata politik hukums maka akan terlihat jelas UU tentang apa, Pasal berapa, ayat berapa yang di susupi oleh motif ideology tersebut, sebab kadang-kadang banyak ketentuan yang di design dengan berwatak srigala berbulu domba sebut saja perlindungan hak investasi yang berefek pada monopoli tanah dan penghisapan pada kaum buruh, jika meminjam istilah Prof Satjipto Rahardjo tentang”Negara milik penguasa” beliau mengatakan hampir segala pekerjaan hukum dijalankan menurut tafsiran (kepentingan) banyak “surat sakti” berseliweran, surat-surat ini mengungguli peraturan hukum.
Ketentuan Dalam RUU Cipta Kerja Yang Di anggap Kontroversial
Kehadiran RUU Cipta kerja tidak semulus pada saat dirancang dengan diundangkan. Sama seperti RUU KPK dan RUUKUHP sebelumnya yang menuai banyak protes Sebab, dalam ketentuan UU Cilaka (cipta kerja) banyak pasal yang berpotensi mengeksploitasi dan memarginalkan kaum buruh di Indonesia.
Diantaranya pertama sistem pengupahan hanya mengatur UMP dan menghilangkan UMK (pasal 88C Ayat (2))
Kedua; Memasifkan skema pemilik modal dalam memainkan sistem outsoucing, menghilangkan Sanksi Pidana bagi pelanggar pesangon dan PHK padahal ini masuk dalam sanksi pidana kejahatan,
ketiga: Soal Jam Kerja eksploitatif sebab pada 89 poin 22 perubahan pasal 79 Undang-undang no 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. dimana wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerjaan berbeda dengan ketentuan yang termaktub dalam UU Cipta Kerja waktu istirahat paling sedikit 30 menit dan waktu kerja 4 jam dan istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja jadi dapat di bulatkan 8 jam kerja perhari dan 40 jam dalam satu minggu
keempat: membuka kerang bagi TKA (tenaga kerja asing) ( lihat pasal 4 Ayat (4) huruf e) padahal Di desa-desa dan di kota-kota masih banyak yang bertumpuk jadi pengangguran,
Kelima: Karyawan yang berstatus kontrak akan susah untuk diangkat jadi karyawan tetap.
Keenam: hilangnya jaminan social, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun tentunya hal ini pemerintah telah melanggar Pasal 34 Ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena didalam ketentuan pasal tersebut sangat gamblang bahwa Negara harus mengembangkan sistem jaminan social (Social Security) sebagai Nation Safety Bet apabila terjadi kegoncangan ekonomi, konsep ini merupakan bentuk tanggungjawab Negara dalam mewujudkan kesejahtraan masyarakatnya baik itu kesehatan maupun ketenagakerjaan.
Selain soal ketenagakerjaan, hal yang seupa juga terjadi pada pemerintahan dimana dalam ketentuan umum pasal 1 angka 23, angka 24, angka 29 dan 30 yang dihapus kemudian digantikan dengan ketentuan lain yang mengatur tentang kewenangan pemerintahan daerah di take over oleh pemerintah pusat. Kewenangan tersebut berkaitan dengan kawasan strategis terhadap ekonomi, social budaya dan /atau lingkungan.
Kemudian untuk kententuan dibidang pertanian dan perkebunan juga terdapat beberapa pasal telah dihapus. Seperti pasal 48 di hapus dan meng-obscure penjelasan undang-undang No 39 tahun 2014 yang menegaskan izin usaha perkebunan (IUP) di berikan pada Gubernur dan Bupati/Walikota.
Di pasal 45 Ayat (1) juga telah di hapus, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan investasi untuk mendapatkan izin perkebunan dengan persyaratan izin lingkungan, kesesuain dengan RTRW, dan kesesuain rencana perkebunan dianggap tak perlu.
Dan tak kalah menariknya dengan kehadiran UU Cipta karya maka akan menghilangkan pasal 68 UU No 39 tahun 2014 dimana ketentuan ini mengatur persoalan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya pengelolaan Lingkungan hidup dan Upaya pemantauan lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup dan pementauan lingkungan hidup telah di tiadakan, hal ini mengakibatkan bahwa pihak perusahaan akan bertindak semena-mena dan tidak bertanggungjawab sepenuhnya atas pengelolaan limbah pabriknya.
Sebenarnya masih banyak kejanggalan-kejanggalan yang terdapat dalam ketentuan UU Cipta Karya, namun kehendak kekuasaan tak mampu untuk dibendung sebab kedaulatan rakyat hanya sebatas utopis belaka, landasan fiosofis hukum untuk mewujudkan keadilan ibarat balon-balon udara yang bertebaran, landasan sosiologis hukum hanya secerca cahaya dalam gelap gulita dan landasan yuridis hukum hanya seonggok kata yang bungkam.
Akhiran tulisan ini saya tutup dengan kutipan dari pemikiran Prof Satjipto rahardjo yaitu “Runtuhnya Komunisme pertanda lonceng kemenangan Liberalisme jelas-jelas memuat pribadi, falsafah Individualisme yang cenderung egoistic makin masuk ke sendi-sendi pemikiran manusia, keluarnya liberalism (jika masih malu menyebutnya kapitalisme) sebagai kampiun tunggal ini terang berdampak besarkita serasa menemukan pemikiran lain, alih-alih Negara berkembang mengadopsi nilai-nilai barat tersebut”
Penulis : AS’AD RASYID
Sekjend LBH Pasangkayu