Kabid PHU Kanwil Kemenag Sulbar Resmi Menutup Kegiatan Dialog Lintas Agama dan Budaya

Polewali Mandar, Nuansa.info – Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah (Kabid PHU) Kanwil Kemenag Sulbar, H. Ahmad Barambangy, secara resmi menutup kegiatan Dialog Lintas Agama dan Budaya yang diselenggarakan oleh Tim Kerja Ortala dan KUB Kanwil Kemenag Sulbar di Hotel Sinar Mas, Polewali Mandar. (Selasa, 25/02/2025)

Dalam sambutannya, H. Ahmad Barambangy mengisahkan pengalaman pribadinya yang lahir di lingkungan non-Muslim di Bonehau dan bertugas di Mamasa selama empat tahun empat bulan sebelum akhirnya bergabung di Kanwil Kemenag Sulbar. Pengalamannya tersebut memberinya pemahaman mendalam tentang kehidupan sosial-keagamaan yang penuh keberagaman.

“Di Mamasa, ada satu rumah yang dihuni oleh empat agama. Ini menunjukkan bahwa sejak lahir, kita telah berkolaborasi dalam kehidupan sosial yang beragam. Perbedaannya hanya terletak pada pemahaman dan pengamalan agama masing-masing,” ujarnya.

Lebih lanjut, H. Ahmad Barambangy menekankan bahwa moderasi beragama bukan berarti mengubah pemahaman dan pengamalan ajaran agama, melainkan memoderasi sikap dalam kehidupan sosial-keagamaan.

“Pemahaman dan pengalaman agama tidak bisa dimoderasi, ‘lakum dinukum waliyadin’, tetapi sikap kita yang harus dimoderasi. Sayangnya, kehidupan sosial-keagamaan kita sering terganggu oleh kepentingan politik dan jabatan. Selain itu, kita masih sering memandang budaya dan tradisi secara tidak bijak dengan menilai agama lain hanya dari sudut pandang tekstual,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama lain sering kali menjadi penyebab sikap kritis yang berlebihan terhadap keyakinan orang lain. Oleh karena itu, menurutnya, memahami dan mengetahui ajaran agama lain itu penting karena banyak nilai yang sejatinya memiliki kesamaan.

H. Ahmad Barambangy mengajak peserta untuk menjaga dan merawat falsafah hidup yang telah diwariskan oleh nenek moyang sebagai bentuk nyata dari moderasi beragama.

Ia menyebut beberapa nilai lokal yang mencerminkan persatuan dan keadilan, seperti: Mesa Kada Dipotuo, Pantang Kada Dipomate Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, Kondo Sapata Wai Sappa LeleanSatu petak sawah harus dialiri air secara merata, sebagai simbol keadilan, Millete Diatonganan Berjalan di atas kebenaran, Lalla Tassisara (Mamuju Tengah) Kebersamaan, persatuan, dan kesatuan dan Bisse Sara Nisitimmangngi, Lantosiri Nisikamungngi (Mamuju) Hidup harus menjunjung tinggi kehormatan dan kebersamaan.

Menurutnya, falsafah-falsafah ini tidak hanya berlaku di Mamasa atau Sulbar, tetapi juga di seluruh Indonesia sebagai bagian dari upaya membangun kehidupan yang harmonis.

“Saya berharap para tokoh agama bisa menjadi garda terdepan dalam menjaga dan mengartikulasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari. Jika bukan tokoh agama, siapa lagi yang bisa kita harapkan untuk mendamaikan kehidupan ini?” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *